Bagaimana Sholat Tarawih Jaman Rasulullah Dan Khulafaurrosyidiin?

Diriwayatkan dari Aisyah radhiallahu anha, bahwa saat masuk bulan Ramadhan, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat di masjid (Nabawi), lalu diikuti oleh beberapa orang. Kemudian beliau shalat lagi pada hari keduanya, yang mengikutinya semakin banyak. Lalu pada malam ketiga atau keempat para shahabat sudah berkumpul (untuk shalat bersama Rasulullah J), namun beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tak kunjung muncul.

Di pagi harinya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepada mereka:
“Saya melihat apa yang kalian lakukan (tadi malam). Tidak ada yang mencegah saya keluar (untuk shalat) bersama kalian, hanya saja saya khawatir (shalat tarawih tersebut) diwajibkan kepada kalian.” (Muttafaq alaih)

Kesimpulannya, pada awalnya shalat tarawih zamanRasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilaksanakan secara berjamaah. Kemudian tidak dilakukan secara berjamaah, karena Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam khawatir, jika shalat tersebut dilaksanakan secara berjamaah terus menerus, akan turun ayat yang mewajibkannya kepada kaum muslimin, sehingga mereka tidak mampu melakukannya.

Begitulah seterusnya hal tersebut berlanjut; shalat tarawih dilakukan sendiri atau berkelompok hingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat, dan seterusnya juga berlangsung di masa khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq.

Baru kemudian pada zaman khalifah Umar bin Khattab, pelaksanaannya dikembalikan seperti semula, yaitu dengan berjamaah.

Abdurrahman bin Abdun Al-Qory meriwayatkan: “Aku keluar bersama Umar bin Khattab di (malam) bulan Ramadhan menuju mesjid. Di sana orang-orang melakukan shalat terpisah-pisah; Ada yang shalat seorang diri, ada yang shalat mengimami beberapa orang. Menyaksikan hal tersebut Umar berkata:
“Saya berpendapat, akan lebih baik jika mereka dikumpulkan dengan satu imam,”
Maka beliau segera wujudkan keinginannya dengan memerintahkan Ubai bin Ka’ab untuk menjadi imam bagi orang yang shalat Tarawih…
Kemudian di malam berikutnya saya keluar (menuju mesjid) dan menyaksikan orang-orang yang shalat (tarawih) dipimpin oleh seorang imam. Maka saat itu Umar berkata,
“Inilah sebaik-baik bid’ah.” (HR. Bukhari)

Maka sejak zaman itu hingga kini, pelaksanaan shalat tarawih dilakukan secara berjamaah di masjid-masjid dan telah menjadi sunnah yang diterima dan dilaksanakan kaum muslimin di seluruh dunia.

Catatan:
Perlu dijelaskan bahwa yang dimaksud ‘bid’ah’ dalam perkataan Umar di sini adalah pengertian bid’ah secara bahasa. Artinya ‘sesuatu yang baru’, karena shalat tarawih berjamaah secara terus menerus baru dilakukan pada zaman Umar bin Khattab, di mana sebelumnya hanya dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam beberapa kali saja.

Adapun bid’ah dalam pengertian istilah yang maksudnya ‘Mengada-adakan ibadah yang tidak diajarkan dalam Islam’, tidaklah termasuk apa yang dilakukan oleh Umar bin Khattab ini. Karena sebenarnya perkara tersebut telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sehingga tetap memiliki landasan syar’i, disamping kekhawatiran shalat Tarawih akan diwajibkan terhadap umat Islam yang menyebabkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghentikannya secara berjamaah sudah tidak ada lagi, karena terputusnya wahyu setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam wafat.




Post a Comment

أحدث أقدم